PUTUSAN
Nomor 19/PUU-IX/2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Pendapat Mahkamah
[3.15] Menimbang bahwa berdasarkan dalil-dalil permohonan para Pemohon,
bukti-bukti yang diajukan oleh para Pemohon, keterangan lisan dan tertulis
Pemerintah, keterangan tertulis DPR, kesimpulan tertulis dari para Pemohon, serta
fakta yang terungkap dalam persidangan, Mahkamah memberikan pertimbanganpertimbangan
sebagai berikut:
[3.16] Menimbang bahwa para Pemohon pada pokoknya mendalilkan, norma
Pasal 164 ayat (3) UU 13/2003 yang menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup
bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena
56
keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi
dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4)” bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;
[3.17] Menimbang bahwa para Pemohon mendalilkan, kata “efisiensi” yang
terdapat dalam Pasal 164 ayat (3) UU 13/2003 tidak dapat diartikan bahwa hal
tersebut menjadi dasar perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerja atau
juga “mengefisienkan biaya tenaga kerja” dengan cara memutuskan hubungan
kerja pekerja yang ada, namun harus diartikan bahwa PHK dapat dilakukan
perusahaan apabila perusahaan tutup, dan tutupnya perusahaan adalah sebagai
bentuk efisiensi, atau dengan kata lain pengusaha melakukan efisiensi dengan
cara menutup perusahaan;
[3.18] Menimbang bahwa dalil permohonan para Pemohon didasarkan pada
kejadian yang menimpa mereka karena pengusaha in casu Hotel Papandayan
telah menafsirkan frasa “perusahaan tutup” dalam Pasal 164 ayat (3) UU 13/2003
termasuk pada penutupan sementara untuk melakukan renovasi dalam rangka
melakukan efisiensi;
[3.19] Menimbang bahwa pemerintah dalam keterangannya menyatakan, pada
saat renovasi perusahaan (Hotel Papandayan) dapat dimungkinkan operasional
perusahaan terhenti, tetapi terhentinya operasional perusahaan tidaklah sama
dengan perusahaan tutup, sehingga bila perusahaan melakukan PHK dengan
mendasarkan Pasal 164 ayat (3) UU 13/2003 adalah tidak tepat;
[3.20] Menimbang bahwa DPR dalam keterangannya menyatakan,
pengusaha, dalam hal ini pemilik Hotel Papandayan, tidak mematuhi secara
benar tentang pemenuhan hak-hak pekerja atau buruh, sebagaimana ditentukan
oleh ketentuan yang dimohonkan untuk diuji;
[3.21] Menimbang bahwa permasalahan yang dihadapi oleh para Pemohon,
menurut Mahkamah, tidaklah dapat ditentukan semata-mata hanya karena
penerapan hukum belaka mengingat tidak ditemukan definisi yang jelas dan rigid
atas frasa “perusahaan tutup” dalam UU 13/2003 apakah perusahaan tutup yang
dimaksud adalah tutup secara permanen ataukah hanya tutup sementara.
Penjelasan Pasal 164 UU 13/2003 hanya menyatakan “cukup jelas”. Dengan
demikian, siapa saja dapat menafsirkan norma tersebut sesuai dengan
kepentingannya masing-masing misalnya menganggap penutupan perusahaan
sementara untuk melakukan renovasi merupakan bagian dari efisiensi dan
menjadikannya sebagai dasar melakukan PHK. Tafsiran yang berbeda-beda
tersebut dapat menyebabkan penyelesaian hukum yang berbeda dalam
penerapannya, karena setiap pekerja dapat diputuskan hubungan kerjanya kapan
saja dengan dasar perusahaan tutup sementara atau operasionalnya berhenti
sementara. Hal demikian dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi
kelangsungan pekerjaan bagi pekerja/buruh di dalam menjalankan pekerjaannya,
yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan,
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja”;
[3.22] Menimbang bahwa PHK merupakan pilihan terakhir sebagai upaya
untuk melakukan efisiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upayaupaya
yang lain dalam rangka efisiensi tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
menurut Mahkamah, perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum
menempuh upaya-upaya sebagai berikut: (a) mengurangi upah dan fasilitas
pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur; (b) mengurangi
shift; (c) membatasi/menghapuskan kerja lembur; (d) mengurangi jam kerja;
(e) mengurangi hari kerja; (f) meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh
secara bergilir untuk sementara waktu; (g) tidak atau memperpanjang kontrak
bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya; (h) memberikan pensiun bagi
yang sudah memenuhi syarat. Karena pada hakikatnya tenaga kerja harus
dipandang sebagai salah satu aset perusahaan, maka efisiensi saja tanpa
penutupan perusahaan dalam pengertian sebagaimana telah dipertimbangkan
dalam paragraf [3.21] tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan PHK;
[3.23] Menimbang bahwa dengan demikian, Mahkamah perlu menghilangkan
ketidakpastian hukum yang terkandung dalam norma Pasal 164 ayat (3) UU
13/2003 guna menegakkan keadilan dengan menentukan bahwa frasa
“perusahaan tutup” dalam Pasal 164 ayat (3) UU 13/2003 tetap konstitutional
sepanjang dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak
untuk sementara waktu”. Dengan kata lain frasa “perusahaan tutup” tersebut
adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “perusahaan
tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;
[3.24] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon agar
Mahkamah memulihkan hak-hak konstitusional para Pemohon dengan
mengembalikan hak para Pemohon untuk bekerja dan mendapatkan imbalan di
Hotel Papandayan, hal demikian bukanlah kewenangan Mahkamah untuk dapat
memutuskannya karena hal tersebut sudah termasuk kasus konkret;
[3.25] Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dalil-dalil para
Pemohon beralasan sebagian menurut hukum;
KONKLUSI
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di
atas, Mahkamah berkesimpulan:
[4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;
[4.2] Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan permohonan a quo;
[4.3] Dalil-dalil para Pemohon beralasan sebagian menurut hukum;
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan UndangUndang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
59
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan:
• Permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;
• Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan
tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;
tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;
• Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) pada frasa “perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;
sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;
• Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
• Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya
BERDASARKAN PUTUSAN MK, PHK EFISIENSI TIDAK DIBENARKAN
Reviewed by PC SPKEP SPSI BEKASI
on
September 19, 2016
Rating:
No comments: