oleh: Indra Munaswar,
Pemagangan Yang Tidak
Melalui Perjanjian Pemagangan Antara Peserta Magang Dengan Pengusaha Berubah
Menjadi Pekerja.
PEMAGANGAN adalah
bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan
dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam
proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu. Demikian dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Untuk menjalankan
program pemagangan, sejak sebelum terbentuknya UU No. 13 tahun 2003 hingga
diundangkannya UU No. 13 tahun 2003, Pemerintah telah berkali-kali membuat Regulasi
Tentang Pemagangan, yaitu:
1. Peraturan
Pemerintah No. 71 Tahun 1991 tentang
Latihan Kerja;
2. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. KEP-285/MEN/1991 tentang Pelaksanaan Permagangan Nasional,
untuk menjalankan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1991;
3. Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.226/MEN/2003 Tentang Tata Cara Perizinan
Penyelenggaraan Program Pemagangan di Luar Wilayah Indonesia;
4. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-21/MEN/X/2005 Tentang Penyelenggaraan
Program Pemagangan;
5. Peraturan
Pemerintah No. 36 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional; dan
sekaligus mencabut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1991 tentang Latihan
Kerja;
6. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.22/MEN/IX/2009 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri,
untuk menjalankan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2006;
7. Terakhir, terbit
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Pemagangan di Dalam Negeri, dan sekaligus mencabut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. PER.22/MEN/IX/2009.
Dari 2 (dua) kali
penerbitan Peraturan Pemerintah, dan 5 (lima) kali penerbitan Peraturan Menteri
sejak tahun 1991 mengenai pemagangan, perlu diberikan catatan sebagai berikut:
a. bahwa Pemerintah
atau pun Menteri Tenaga Kerja nampak dengan jelas tidak melibatkan Lembaga
Tripartit Nasional. Akibatnya, dapat terbaca bahwa peraturan program pemagangan
ini sangat kering perlindungan terhadap Peserta Magang dari praktik-praktik
SESAT yang menjadikan Peserta Magang sebagai Pekerja murni tanpa diupah dan
tanpa mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja sebagaimana diatur dalam
perundang-undangan;
b. bahwa Pasal 22
ayat (3) UU No. 13 tahun 2003 dengan tegas menyatakan, Pemagangan yang
diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan antara peserta dengan
pengusaha yang dibuat secara tertulis, dan tidak memuat ketentuan hak dan
kewajiban Peserta Magang dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan, dianggap
TIDAK SAH dan status Peserta Magang BERUBAH MENJADI pekerja/buruh perusahaan
yang bersangkutan. Tapi faktanya, dalam Permenaker tidak diatur lebih tegas
ketentuan dalam undang-undang tersebut;
c. bahwa program
pemagangan dapat dilaksanakan oleh perusahaan, dengan HARUS MEMENUHI berbagai
persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan menteri. Tetapi ketika
persyaratan-persyaratan tersebut tidak dipenuhi, dan faktanya Peserta Magang
dalam menjalankan program pemagangan telah beralih fungsi sebagai Pekerja murni
dengan segala tanggung jawab atas pekerjaan yang sama dengan pekerja tetap di
perusahaan tersebut, peraturan menteri tidak menegaskan sanksi yang harus
ditanggung oleh pengusaha.
Padahal, semestinya,
ketika segala persyaratan tidak dipenuhi oleh pengusaha dan Peserta Magang
mengerjakan pekerjaan persis sama dengan pekerja tetap di perusahaan tersebut,
maka pengusaha harus dihukum dengan sanksi menjadikan Peserta Magang berubah
menjadi Pekerja Tetap secara otomatis.
OLeh karena sangat
lemahnya peraturan menteri dalam melindungi Peserta Magang, maka semakin
menjamur perusahaan mempraktikkan “PEKERJA MAGANG” - bukan PESERTA magang.
Praktik pemagangan tersebut tanpa ada jangka waktu yang jelas, tanpa memberi
upah, tanpa ada instruktur, tanpa ada fasilitas pelatihan dan tanpa jaminan
sosial.
Modus pemagangan ini
nampak jelas bertujuan untuk memperkecil biaya buruh (labour cost) dan demi
mendapatkan keuntungan yang besar karena Peserta Magang tidak diupah, dan hasil
kerjanya dapat dijual seperti yang dikerjakan oleh pekerja di perusahaan
tersebut.
Semoga, segenap pengurus
serikat pekerja/serikat buruh di tempat kerja dapat mengawasi PRAKTIK SESAT
program pemagangan yang dilaksanakan oleh perusahaan.
Batavia, 1 Mei 2017
PEMAGANGAN BUKAN HUBUNGAN KERJA
Reviewed by PC SPKEP SPSI BEKASI
on
July 27, 2019
Rating:
No comments: