Oleh: Indra Munaswar,
Sehari sebelum
peluncuran Program Pemagangan Nasional oleh Presiden RI, 23 Desember 2016,
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri menyatakan bahwa, para PEKERJA magang
tidak hanya bekerja, tetapi juga diberikan pelatihan. Pemagangan harus
berdasarkan jabatan dan peroleh ujian sertifikasi kompetensi. Deklarasi
Pemagangan Nasional Menuju Indonesia Kompeten ini, menurut Hanif diikuti 2.648
perusahaan yang terdiri dari sektor manufaktur 1.776, ekspor-impor 219,
pariwisata 200, perbankan 12, sektor kelautan dan perikanan 441 perusahaan.
Apakah yang disebut
oleh Menteri “PEKERJA MAGANG” itu sudah benar? Apakah sesuai dengan UUK tahun
2003, dan Permenaker No. 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di
Dalam Negeri yang ditandatangani sendiri oleh Hanif…?
SESUNGGUHNYA, APA SIH
MAGANG ITU, DAN SIAPAH SIH YANG MENGIKUTI PEMAGANGAN ITU…..? MENGAPA DENGAN
ADANYA PROGRAM MAGANG INI MEMBUAT GAMANG SEBAGIAN BESAR SERIKAT PEKERJA………?
Perlu kiranya
diketahui terlebih dahulu apa pengertian atau definisi magang itu. Dalam dunia
pemagangan, terdapat beberapa pengertian atau definisi tentang Magang, antara
lain:
1. Kamus
Besar Bahasa Indonesia memberikan 2 (dua) pengertian tentang magang, yaitu:
a) Pengertian
(1); Magang adalah calon pegawai (yang belum diangkat secara tetap serta belum
menerima gaji atau upah karena dianggap masih dalam taraf belajar);
b) Pengertian
(2); Magang adalah calon ahli: ia sudah cukup lama menjadi -- di kantor itu;
2. Di
perguruan tinggi atau dalam dunia pendidikan, Magang dikenal dengan pengertian,
bahwa Magang adalah bagian dari pelatihan kerja. Magang biasanya dilakukan oleh
mahasiswa tingkat akhir atau siswa SMK kelas 3 (PKL) sebagai salah satu syarat
utama untuk menyelesaikan proses Pendidikan atau sebelum mendapatkan gelar
sarjana.
3. Di
Amerika atau di Eropa, Magang dikenal dengan sebutan “INTERNSHIP”. Internship
didefinisikan: “An internship is an opportunity to integrate career related experience
into an undergraduate education by participating in planned, supervised work.”
(Magang adalah kesempatan untuk mengintegrasikan pengalaman terkait karir ke
dalam pendidikan sarjana dengan
berpartisipasi dalam pekerjaan terencana dan diawasi).
4. Dalam
dunia kerja atau ketenagakerjaan, Magang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 11
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:
Pemagangan
adalah bagian dari SISTEM pelatihan
kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan
dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur
atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang
dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian
tertentu.
Dari keempat definisi
tersebut, jelas dan terang bahwa Magang itu adalah untuk memberikan kesempatan
kepada siswa atau mahasiswa mendapatkan pelatihan kerja, atau memberikan
kesempatan kepada angkatan kerja mendapatkan pengalaman pelatihan kerja sebelum
terjun langsung ke dunia kerja yang sesungguhnya. Karena itu dalam praktiknya
menurut hukum, seseorang yang magang itu disebut Peserta Magang – BUKAN PEKERJA MAGANG.
Sebelum jauh
menjelaskan soal magang atau pemagangan, agar tidak salah pengertian, perlu
juga dijelaskan apa bedanya Magang dengan Pelatihan Kerja.
Menurut Pasal 1 angka
9 UUK tahun 2003, Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas,
disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu
sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
Pelatihan kerja lebih
jauh diatur dalam Pasal 9 s.d Pasal 21 UUK Tahun 2003. Dalam Pasal 9 disebutkan
bahwa, pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan; dan dari peningkatan kompetensi kerja,
meningkat pula kesejateraan pekerja.
Oleh karena itu,
berdasarkan Pasal 11 UUK Tahun 2003, setiap tenaga kerja berhak untuk
memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja; dan menurut
Pasal 12 ayat (1), pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau
pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. Kemudian, menurut
Pasal 12 ayat (4), setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.
Kembali ke soal magang
dan pemagangan, bagaimana sesungguhnya UUK tahun 2003 mengatur syarat-syarat
dan tata cara pemagangan, mengatur hak dan kewajiban penyelenggara pemagangan
dan peserta magang, dan pembatasan penyelenggaraan pemagangan.
WEWENANG DAN TANGGUNG
JAWAB MENTERI
Untuk dapat
menyelenggarakan program pemagangan, maka Pasal 27 ayat (1) UUK tahun 2003
telah memberikan kewenangan kepada Menteri untuk dapat mewajiban kepada
perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan program pemagangan.
Namun demikian, untuk menetapkan persyaratan melaksanakan program pemagangan
tersebut, menurut Pasal 27 ayat (2), Menteri harus memperhatikan kepentingan
perusahaan, masyarakat, dan negara.
Dijelaskan dalam
penjelasan ayat (2) ini, bahwa yang dimaksud dengan:
- “kepentingan perusahaan”
adalah agar terjamin tersedianya tenaga terampil dan ahli pada tingkat
kompetensi tertentu seperti juru las spesialis dalam air;
- “kepentingan
masyarakat” misalnya untuk membuka kesempatan bagi masyarakat memanfaatkan
industri yang bersifat spesifik seperti teknologi budidaya tanaman dengan
kultur jaringan;
- “kepentingan
negara” misalnya untuk menghemat devisa negara, maka perusahaan diharuskan
melaksanakan program pemagangan seperti keahlian membuat alat-alat pertanian
modern.
Jelaslah di sini,
bahwa tidak semua jenis indutri dapat dijadikan sarana pelaksanaan program
pemagangan. Undang-undang ketenagakerjaan telah membatasi dengan tegas dan
jelas. Jika ingin sedikit diperluas, misalnya untuk kompetensi tertentu selevel
dengan Juru Las Dalam Air, mungkin pemagangan bisa dilakukan pada industri
alat-alat berat, industri perkapalan, industri pesawat terbang, dan industri
sejenis lainnya. Tapi untuk industri selain itu, apalagi ekspor-impor,
pariwisata, perbankan, kelautan dan perikanan, dan lain-lain, jelas tidak
diatur dalam undang-undang.
Selain itu, agar
Pemerintah mendapatkan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta
melakukan koordinasi pelatihan kerja dan pemagangan, maka Pasal 28
memerintahkan Pemerintah membentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional
yang pembentukannya, keanggotaannya dan tata kerjanya diatur dengan Keputusan
Presiden. Tapi faktanya, sudah 16 tahun sejak UUK tahun 2003 diundangkan, belum
diketemukan terbitnya Keputusan Presiden tentang lembaga koordinasi pelatihan
kerja nasional tersebut.
Bagaimana mungkin
Pemerintah kemudian dapat mencanangkan program pemagangan nasional tanpa adanya
lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional yang dapat memberikan pertimbangan
yang tidak bertentangan dengan Pasal 27 UUK Tahun 2003.
PERSYARATAN
PENYELENGGARA PEMAGANGAN
Magang dan Pemagangan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun
2016 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri. Dalam Peraturan
Menteri ini, ditentukan berbagai persyaratan bagi perusahaan yang akan
menyelenggarakan Program Pemagangan.
Persyaratan Pertama;
perusahaan yang akan menyelenggarakan program pemagangan harus memiliki Unit
Pelatihan. Unit pelatihan tersebut harus memiliki: a. susunan kepengurusan unit
pelatihan; b. tenaga pelatihan dan Pembimbing Pemagangan yang berasal dari
karyawan perusahaan yang kompeten; c. ruangan teori dan praktik; dan d. skema
program pemagangan yang akan diselenggarakan. Dan, Peserta pemagangan yang
dapat diterima paling banyak 30% (tiga puluh persen} dari jumlah karyawan.
Persyaratan Kedua;
perusahaan yang akan menyelenggarakan Pemagangan harus memiliki program
pemagangan yang berisi: a. nama program pemagangan; b. tujuan program
pemagangan; c. kompetensi yang akan ditempuh; d. perkiraan waktu pemagangan,
yang dibatasi paling lama 1 (satu) tahun sejak ditandatangani Perjanjian
Pemagangan. Dalam hal untuk mencapai kualifikasi kompetensi tertentu akan
memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka harus dituangkan dalam Perjanjian
Pemagangan baru dan dilaporkan kepada Dinas Kabupaten/Kota setempat; e.
persyaratan peserta pemagangan; f. persyaratan Pembimbing Pemagangan; dan g.
kurikulum dan silabus.
Program pemagangan
tersebut harus mengacu pada: a. SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia); b. Standar Kompetensi Kerja Khusus; dan/atau c. Standar Kompetensi
Kerja Internasional.
Program pemagangan
harus disusun oleh Penyelenggara Pemagangan itu sendiri, yang meliputi: a.
pemberian teori dan praktik di Unit Pelatihan; dan b. praktik kerja di unit
produksi perusahaan. Pemberian teori dilaksanakan paling banyak 25% (dua puluh
lima persen) dari komposisi program pemagangan; dan Praktik kerja dilaksanakan
paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari komposisi program pemagangan.
Persyaratan Ketiga;
Penyelenggara Pemagangan harus memiliki sarana dan prasarana, yakni: a. ruang
teori; b. ruang simulasi/praktik; c. kelengkapan alat keselamatan dan kesehatan
kerja; dan d. buku kegiatan (logbook) bagi peserta pemagangan yang disusun
dengan Format yang ditetapkan oleh Menteri.
Persyaratan Keempat;
harus ada Pembimbing Pemagangan yang memenuhi persyaratan: a. karyawan tetap;
b. sehat jasmani dan rohani; c. memiliki kompetensi teknis dalam jabatan yang
sesuai dengan program pemagangan; d. memiliki kompetensi metodologi pelatihan;
e. surat penunjukan pembimbing dari manajer personalia atau di atasnya; dan f.
memahami regulasi pemagangan.
Persyaratan Kelima;
Penyelenggara Pemagangan yang akan melaksanakan penyelenggaraan pemagangan
wajib memberitahukan secara tertulis rencana penyelenggaraan pemagangan kepada:
a. Direktur Jenderal untuk penyelenggaraan pemagangan lintas provinsi; atau b.
Kepala dinas provinsi untuk penyelenggaraan pemagangan lintas kabupaten/kota
dalam satu wilayah provinsi; atau c. Kepala dinas kabupaten/kota untuk
penyelenggaraan pemagangan dalam satu wilayah kabupaten/kota, dengan
melampirkan: a. program pemagangan; b. rencana penyelenggaraan pemagangan; dan
c. rancangan Perjanjian Pemagangan.
Persyaratan Keenam;
Waktu penyelenggaraan Pemagangan di Perusahaan disesuaikan dengan jam kerja di
Perusahaan, dan TIDAK DIPERBOLEHKAN pada jam kerja lembur, hari libur resmi,
dan malam hari.
Jika keenam
persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka sangat patut diduga telah terjadi praktik
penyelundupan Status Pekerja dengan KEDOK PESERTA MAGANG ATAU PEKERJA MAGANG
yang sangat merugikan tenaga kerja. Apabila terbukti telah terjadi pelanggaran
atas persyaratan-persyaratan tersebut, maka perusahaan yang bersangkutan patut
diperkarakan.
PERJANJIAN
PEMAGANGAN.
Dalam Pasal 22 UUK
tahun 2003 junto Permenaker No. 36 tahun 2016 mengatur bahwa, pemagangan dapat
dilaksanakan apabila telah dibuat Perjanjian Pemagangan antara Peserta (BUKAN
PEKERJA) dengan pengusaha secara tertulis.
Dalam perjanjian
tersebut sekurang-kurangnya memuat ketentuan: a. hak dan kewajiban PESERTA; b.
hak dan kewajiban Pengusaha; c. jangka waktu pemagangan; d. jenis program
pemagangan; e. kualifikasi yang akan dicapai sesuai dengan kurikulum dan
silabus yang telah disusun.
Hak Peserta Magang,
antara lain: a. memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja; b.
memperoleh bimbingan dari pembimbing pemagangan; c. memperoleh sertifikat
pemagangan apabila lulus; d. memperoleh uang saku; dan e. memperoleh
perlindungan dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja dan kematian akibat kerja
yang preminya dibayarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian Pemagangan
tersebut harus diketahui dan disahkan oleh Dinas Kabupaten/Kota setempat; dan
pengesahan tersebut harus selesai dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak disahkan maka Perjanjian Pemagangan dapat dilaksanakan.
Apabila diketahui
bahwa Perjanjian Pemagangan tidak disahkan dalam waktu 3 hari kerja atau
disahkan telah melampui 3 hari kerja, maka sudah sepatutnya Kepala Dinas
Ketenagakerjaan setempat dilaporkan kepada instansi yang berwenang untuk
diambil tidakan hukum karena telah lalai menjalankan tugasnya yang dapat
berakibat timbulnya kerugian khususnya bagi Peserta Magang.
Pemagangan yang
diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan, dianggap tidak sah dan
status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.
Dengan perubahan status tersebut, pekerja berhak atas segala hal yang diatur
dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Perlu dicatat. Yang
mengikuti program pemagangan adalah Peserta – bukan Pekerja. Oleh karena itu,
apabila dalam Perjanjian Pemagangan tertulis “Perjanjian Pemagangan Antara
PEKERJA MAGANG dengan Pengusaha…..”, maka sesungguhnya demi hukum tidak ada
Perjanjian Pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasala 22 ayat (3) UUK tahun
2003. Dengan demikian peserta yang bersangkutan demi hukum menjadi pekerja dari
perusahaan yang bersangkutan.
PENUTUP
Serikat pekerja
disetiap perusahaan harus benar-benar serius mengawal dan memonitor praktik
pemagangan yang dilaksanakan di perusahaan setempat. Harus punya keberanian
untuk menegur dan/atau melaporkan jika terjadi penyimpangan praktik program
pemagangan yang dapat dipastikan akan merugikan angkatan kerja atau tenaga
kerja.
---------------------
Sumber:
1. UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No. 36 Tahun 2016;
3. KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia);
4. Kompas.com, 22
Desember 2016;
5. Berita Sekretariat
Kabinet RI, 23 Deember 2016;
6. Dan sumber lain.
PESERTA MAGANG ATAU “PEKERJA MAGANG”…….?
Reviewed by PC SPKEP SPSI BEKASI
on
July 27, 2019
Rating:
No comments: