Mari kita kembali ke masa lalu tepatnya pada tanggal
22 s/d 25 Desember 1928 bertempat di Yogyakarta, para pejuang wanita Indonesia
dari Jawa dan Sumatera pada saat itu berkumpul untuk mengadakan Konggres
Perempuan Indonesia I (yang pertama).
Kalau melihat kembali sejarah, sebenarnya sejak tahun
1912 sudah ada organisasi perempuan. Pejuang-pejuang wanita pada abad ke 19
seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda
Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain
secara tidak langsung telah merintis organisasi perempuan melalui
gerakan-gerakan perjuangan.
Pada Konggres Perempuan Indonesia I yang menjadi
agenda utama adalah mengenai persatuan perempuan Nusantara; peranan perempuan
dalam perjuangan kemerdekaan; peranan perempuan dalam berbagai aspek
pembangunan bangsa; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita;
pernikahan usia dini bagi perempuan, dan lain sebagainya.
Secara resmi tanggal 22 Desember
ditetapkan sebagai Hari Ibu adalah setelah Presiden Soekarno melalui melalui
Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah
Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga saat ini.
Pada awalnya peringatan Hari
Ibu adalah untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya
perbaikan kualitas bangsa ini. Misi itulah yang tercermin menjadi
semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja
bersama.
Kalau kita
melihat sejarah betapa heroiknya kaum perempuan (kaum Ibu) pada saat
itu dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, apakah sepadan dengan
peringatan Hari Ibu saat ini yang hanya ditunjukkan dengan peran perempuan
dalam ranah domestik. Misalnya dalam sebuah keluarga pada tanggal tersebut
seorang ayah dan anak-anaknya berganti melakukan tindakan domestik seperti
masak, mencuci, belanja, bersih-bersih, dan kemudian memberikan hadiah-hadiah
untuk sang ibu.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia saat ini lebih kepada
ungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para
ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan
bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau
membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.
Ini telah terjadi penyimpangan terhadap semangat
konggres wanita pertama dikaitkan dengan perempuan dalam serikat pekerja yang
seharusnya kita mengambil semangat tersebut dalam berkontribusi pada
perkembangan serikat pekerja
Untuk mewujudkan serikat pekerja yang demokratis,
mandiri dan terbuka untuk mendapat kesejahteraan anggota dan keluargannya.
Sumber: infonews
Kata Mutiara :
·
Mutiara kasih yang
sesungguhnya ialah mutiara kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
·
Sistem yang ideal bagi
kesetaraan gender adalah masyarakat yang memberiakan peluang yang sama bagi
perempuan untuk memilih apa yang diinginkan dan menggunakan hak-hak sebagai
warga negara (Saparinah Sadli, akademis)
·
Kau tau motto hidupku?
“aku mau”. Dan dua kata sederhana ini telah membawaku melewati gunung kesulitan. (R.A. Kartini)
“aku mau”. Dan dua kata sederhana ini telah membawaku melewati gunung kesulitan. (R.A. Kartini)
·
“ Tak seorangpun punya
hak merendahkan kita, kecuali kita mengizinkannya. (Eleanor Roosevelt, Ibu
Negara AS)”
·
Lebih banyak miskin
ketimbang non miskin, lebih banyak berwarna, lebih banyak perempuan ketimbang
laki-laki. Ternya perempuan ketimbang laki-laki. Ternyata perempuan yang
menopang seluruh dunia. Kau mau melakukan apa dengan itu? (Hettie Gosset,
penyair)
BY ;
SEJARAH DAN MAKNA PERINGATAN HARI IBU 22 DESEMBER
Reviewed by PC SPKEP SPSI BEKASI
on
December 23, 2015
Rating:
No comments: